Ujian Demokrasi menuju 2024, Proporsional Tertutup adalah kumunduran Demokrasi yang harus dihentikan

tagarutama.com – Demokrasi kembali menghadapi ujian, wacana mengubah sistem Proporsional terbuka menjadi tertutup kembali digulirkan melalui gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh beberapa kader partai tertentu. Tujuannya agar pemilihan legislatif dikembalikan ke sistem proporsional tertutup coblos partai, dan ini ditanggapi sebagai suatu kemunduran demokrasi yang harus dihentikan.

Sistem pemilu untuk digunakan di Pemilu 2024 dengan proporsional tertutup, kembali mengemuka. Sistem ini dimana masyarakat hanya memilih partai. Siapa yang lolos, ditentukan nomor urut. Sementara proporsional terbuka, masyarakat memilih langsung caleg. Yang lolos adalah mereka yang suara terbanyak, tidak ditentukan nomor urut teratas.

Jika diberlakukan proporsional tertutup maka demokrasi kita mengalami kemunduran dan tidak mewakili apa yang menjadi suara rakyat untuk mengusung keterwakilannya di daerah pemilihan,” kata Anggota Komisi III DPR RI, Andi Rio Idris Padjalangi di Jakarta,

Dia menjelaskan bahwa sistem proporsional terbuka sangat banyak memiliki kelebihan terhadap calon anggota legislatif (caleg) untuk bisa saling bertatap muka dan melakukan interaksi dengan masyarakat. Menurut dia, melalui interaksi tersebut, caleg dapat mendengar keluh kesah kehidupan masyarakat sehingga keberadaan partai politik dan anggota dewan terpilih dapat diketahui dan dikontrol publik.

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera mengatakan, tidak setuju terkait dengan sistem proporsional tertutup. “PKS posisi terakhir masih (pemilu) proporsional terbuka,” kata Mardani yang juga Ketua DPP PKS saat dihubungi reporter tagarutama.com.

Mardani menjelaskan bahwa fraksinya tidak setuju dengan wacana pemilu proporsional terbuka karena belum ada regulasi yang mengatur bahwa sistem tersebut mampu mengantisipasi kecurangan. Walaupun saat ini ada Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Partai Politik, namun menurut Mardani aturan itu belum mengakomodir mekanisme internal pada partai.

Baca juga: KPU Tetapkan 17 Partai Politik Nasional dan 6 Partai Politik Lokal Aceh Beserta Nomor Urut

Baca juga: Sandiaga Uno Pada Masyarakat Fakfak, Teruslah Menjaga Desa Dengan Baik dan Bijaksana

Delapan fraksi di DPR membuat pernyataan sikap agar Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengabulkan gugatan judicial review (JR) dan tetap mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg. Diketahui terdapat 8 fraksi yang menyepakati pernyataan sikap penolakan tersebut. Tidak ada PDIP dalam pernyataan sikap itu.

Ke delapan fraksi di antaranya, Golkar, PPP, PAN, PKB, NasDem, PKS, Demokrat, dan Gerindra. Masing-masing pimpinan fraksi pun menandatangani pernyataan sikap tersebut.

Fraksi PKS menyesalkan pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari yang menyampaikan bahwa kemungkinan sistem Pemilu 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Menurut mereka, KPU seharusnya melakukan komunikasi terlebih dahulu kepada DPR bukan justru bicara di publik tanpa pertimbangan dan rapat dengan DPR. “KPU terkesan memiliki kewenangan penuh untuk menentukan pemilu dan tidak lagi mendengar DPR. Ini menjadi hal yang aneh dan merusak sistem ketatanegaraan,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengatakan ada kemungkinan pemungutan suara Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem proporsional tertutup atau memilih partai bukan caleg. “Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,” kata Hasyim dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *