tagarutama.com – Alkisah, di sebuah kerajaan besar di tanah Jawa, hiduplah seorang raja bernama Prabu Jaka. Ia adalah raja yang terkenal karena kekuatannya, namun sayangnya juga dikenal sebagai raja yang sangat dzalim. Kekuasaan yang besar membuatnya merasa tak terkalahkan, dan ia sering menggunakan kekuasaannya untuk menindas rakyatnya.
Prabu Jaka memerintah dengan tangan besi. Siapa saja yang berani menentangnya akan dihukum tanpa ampun. Ia memiliki prajurit-prajurit yang setia dan kejam, yang siap melaksanakan perintah apapun dari sang raja, tak peduli seberapa kejam atau tidak adil perintah tersebut. Di bawah pemerintahan Prabu Jaka, pajak dinaikkan hingga melampaui batas kemampuan rakyat. Barang siapa yang tidak mampu membayar pajak akan ditangkap dan dijadikan budak di istana, atau lebih buruk lagi, dibuang ke hutan untuk menjadi mangsa binatang buas.
Tangisan dan penderitaan rakyat seakan tidak pernah terdengar oleh telinga sang raja. Ia hanya peduli pada kekuasaan dan kesenangan pribadinya.
Namun, meskipun ia dikelilingi oleh kekayaan dan kekuasaan, Prabu Jaka merasa ada yang kurang. Ia selalu merasa terancam, takut ada yang akan merebut tahtanya. Karena itu, ia semakin hari semakin paranoid. Ia memerintahkan para prajuritnya untuk memata-matai siapa saja yang dianggapnya mencurigakan. Banyak orang yang tidak bersalah dituduh merencanakan pemberontakan dan dihukum mati.
Baca juga : Pilkada Politik Culas dan Penuh Intrik
Suatu hari, datanglah seorang bijak bernama Ki Sancaka ke istana. Ia adalah seorang pertapa tua yang tinggal di pegunungan. Mendengar tentang kedzaliman Prabu Jaka, ia merasa terpanggil untuk menasehati sang raja. Dengan membawa keris pusaka sebagai tanda penghormatan, Ki Sancaka menemui Prabu Jaka dan berkata, “Wahai Prabu, dengarkanlah nasihatku. Sebagai raja, seharusnya engkau melindungi dan mencintai rakyatmu, bukan menindas mereka. Kekuatan sejati seorang pemimpin terletak pada cinta dan penghormatan rakyatnya, bukan pada ketakutan yang dipaksakan.
“Prabu Jaka marah besar mendengar nasihat tersebut. Ia merasa dihina dan diperdaya oleh seorang pertapa tua. Tanpa berpikir panjang, ia memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Ki Sancaka dan menjebloskannya ke penjara bawah tanah istana. Namun, sebelum prajuritnya sempat menyentuh Ki Sancaka, pertapa tua itu menghilang di hadapan mata mereka, meninggalkan keris pusaka yang ia bawa.
Hari demi hari berlalu, namun sejak kejadian itu, Prabu Jaka mulai sering mengalami mimpi buruk. Dalam mimpinya, ia melihat keris pusaka Ki Sancaka menancap di tahtanya, dan dari keris itu keluarlah api yang membakar seluruh istana. Mimpi tersebut membuat Prabu Jaka semakin paranoid dan kejam, hingga akhirnya seluruh rakyat merasa muak dan takut.
Sampai suatu ketika, datanglah seorang pemuda gagah bernama Raden Surya. Ia adalah putra dari salah satu keluarga yang pernah ditindas oleh Prabu Jaka. Dengan keberanian dan dukungan dari rakyat, Raden Surya mengumpulkan pasukan untuk menggulingkan Prabu Jaka. Pertempuran sengit pun terjadi di istana. Prajurit Prabu Jaka, yang lelah dengan kedzaliman rajanya, memilih untuk bergabung dengan Raden Surya.
Akhirnya, Prabu Jaka kalah dan ditangkap. Raden Surya tidak membunuhnya, melainkan mengasingkannya ke sebuah pulau terpencil. Di sana, Prabu Jaka hidup seorang diri, meratapi nasibnya. Ia menyadari bahwa kekuasaan tanpa keadilan hanya akan membawa kehancuran.
Kerajaan Jawa pun dipimpin oleh Raden Surya, yang memerintah dengan bijaksana dan adil. Rakyat kembali hidup dengan aman dan sejahtera. Mereka menyadari bahwa kekuasaan sejati adalah ketika seorang pemimpin dihormati dan dicintai oleh rakyatnya, bukan ditakuti. Legenda tentang Prabu Jaka yang dzalim menjadi pelajaran berharga bagi generasi-generasi berikutnya, agar kekuasaan tidak digunakan untuk menindas, tetapi untuk melindungi dan memajukan.
1 komentar