Harga Pala Tembus Rp550 Ribu, Tradisi Buka Sasi di Werfra Jadi Pesta Panen yang Berkah

By Redaksi

tagarutama.com, Fakfak – Tradisi sakral buka sasi adat Kerakera kembali digelar masyarakat Teluk Ganasoba di Kampung Werfra, Distrik Furwagi, Kabupaten Fakfak. Momen ini menjadi penanda berakhirnya masa larangan pengambilan hasil alam (sasi), sekaligus dimulainya kembali aktivitas panen secara terbatas dan teratur.

Tradisi yang diwariskan turun-temurun ini bukan sekadar seremoni adat, tetapi juga menjadi simbol penghormatan terhadap alam dan tatanan sosial masyarakat. Melalui sasi, masyarakat Fakfak diajarkan bagaimana menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Lelang Pala, Wujud Keadilan dan Kemandirian Ekonomi

Salah satu rangkaian utama dari pembukaan sasi Kerakera adalah lelang hasil panen pala. Di Kampung Werfra, kegiatan lelang ini berlangsung meriah dan penuh semangat. Para pengumpul, petani, dan masyarakat lokal berkumpul menyaksikan prosesi yang berlangsung terbuka dan penuh makna.

Lelang dipimpin langsung oleh Plt. Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Fakfak, Widhi Asmoro Jati, ST., MT., bersama Kepala Kampung Werfra, Alfret Hindom, serta disaksikan para pemangku adat dan masyarakat. Harga awal ditetapkan berdasarkan nilai pasar lokal, namun antusiasme peserta membuat penawaran meningkat hingga mencapai Rp550.000 per seribu biji pala angka tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

“Sistem lelang ini bukan hanya tentang jual beli, tetapi tentang keadilan dan kemandirian ekonomi masyarakat. Kita ingin petani pala memperoleh harga yang layak, transparan, dan kompetitif,” ujar Widhi Asmoro Jati saat ditemui usai kegiatan.

Selain itu, komunikasi langsung dengan PT Global Spices Papua melalui sambungan telepon mengungkapkan bahwa harga pala mentah di tingkat kota mencapai Rp45.000 per kilogram. Namun, masyarakat diimbau agar tidak menjual pala dalam kondisi mentah.

“Kita dorong masyarakat untuk mengeringkan pala terlebih dahulu agar nilai jualnya meningkat. Pala kering bisa dihargai jauh lebih tinggi dibanding pala mentah,” tambah Widhi.

Transparan dan Bermartabat

Lelang pala di Werfra dilakukan secara terbuka di hadapan masyarakat, pemilik kebun, dan perangkat kampung. Proses ini menjamin tidak ada praktik curang atau penetapan harga sepihak. Masyarakat dapat menyaksikan langsung, bahkan memberi masukan bila terjadi penyimpangan.

Bagi masyarakat Werfra, transparansi ini bukan sekadar aturan, tetapi bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai adat yang menjunjung tinggi kejujuran dan kebersamaan.

Kepala Kampung Werfra, Alfret Hindom, menyampaikan bahwa kegiatan lelang dalam momen buka sasi telah menjadi bagian penting dari tradisi setempat.

“Lelang ini adalah wujud gotong royong masyarakat. Kami menjaga adat, tapi juga memastikan petani pala mendapatkan hasil terbaik dari kerja keras mereka,” ungkap Alfret.

Makna Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Dari sisi ekonomi, sistem lelang pala membuka peluang bagi petani untuk mendapatkan harga terbaik tanpa ketergantungan pada tengkulak. Sedangkan dari sisi sosial dan budaya, sasi Kerakera memperlihatkan kuatnya peran adat dalam mengatur tata kelola sumber daya alam secara arif dan berkelanjutan.

Baca Juga : Prosesi Sakral Buka Sasi Kerakera di Kampung Werfra, Tandai Awal Musim Panen Pala Barat

Melalui mekanisme ini, masyarakat tidak hanya menjual hasil panen, tetapi juga menjual kualitas dan kebanggaan. Setiap biji pala yang dilelang mencerminkan kerja keras, kesabaran, dan komitmen untuk menjaga mutu serta kelestarian alam Fakfak.

“Tradisi ini bukan hanya tentang panen pala, tapi tentang menghormati alam yang memberi kehidupan. Saat sasi dibuka, kita belajar bahwa ekonomi dan adat bisa berjalan seiring dalam keseimbangan,” tutur Widhi menegaskan.

Menjaga Warisan Leluhur, Membangun Masa Depan

Tradisi buka sasi Kerakera di Werfra kembali menegaskan bahwa masyarakat adat Fakfak memiliki kearifan lokal yang mampu menjawab tantangan zaman. Lelang pala bukan sekadar kegiatan ekonomi, tetapi juga ruang pembelajaran bersama untuk menghargai hasil bumi dengan cara yang bermartabat.

Masyarakat Teluk Ganasoba percaya, selama adat dijaga dan alam dihormati, berkat dan kesejahteraan akan tetap mengalir bagi generasi yang akan datang. (TU.01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *